What time is it?

always smile

01 Mei 2008

Love Chemistry, mengapa kita jatuh cinta?


Sebelum sampai ke hati, aliran-aliran cinta akan singgah terlebih dahulu di otak untuk menjalani proses kimia. Dalam proses persinggahan tersebut membutuhkan tahapan-tahapan yang sungguh rumit sehingga proses jatuh cinta tidak sesederhana peribahasa dari “mata turun ke hati.” Dari sisi pandang kimiawi, perasaan cinta setelah selang beberapa waktu akan menghilang sedikit demi sedikit, selanjutnya muncul rasa-rasa lain, seperti kasih sayang, rasa aman dan nyaman.

Dalam pandangan ilmiah, perasaan cinta dan kasih sayang yang timbul antara dua orang yang berlainan jenis tidak terlepas dari peranan senyawa-senyawa kimia yang membentuk rasa cinta diantara keduanya. Jika orang sudah jatuh cinta kepada lain jenis, maka ada tanda-tanda yang dapat kita lihat antara lain malu-malu jika orang yang dicintai memandanginya, tunduk kepada perintah orang yang dicintai, dan gemetaran tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut. Tidak jarang pula timbul perasaan cemburu kepada orang yang dicintai tatkala perdampingan dengan oranglain.

Ada beberapa tahapan proses sebelum falling in love, awalnya terjadi kontak antara dua orang melalui tatapan, berdekatan, berbicara atau yang lainnya. Selanjutnya otak akan terangsang untuk menghasilkan tiga senyawa cinta, phenyletilamine (PEA), dopamine dan nenopinephrine. Dari ketiga senyawa tersebut, senyawa PEA yang paling berperan dalam proses kimiawi cinta. Senyawa ini juga yang mengakibatkan malu ketika berpandangan dengan orang anda sukai.

Tahap selanjutnya adalah pengikatan, pada tahap ini tubuh akan memproduksi senyawa endropin. Senyawa inilah yang akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram. Otak akan memproduksi senyawa ini apabila orang yang kita kasihi berada di dekat kita. Pada tahap akhir adalah persenyawaan kimia, hormon oksitosin yang dihasilkan oleh otak kecil mempunyai peranan dalam hal membuat rasa cinta itu menjadi lebih rukun dan mesra antara keduanya. Menurut para pakar kimia, kesetiaan pada pasangan berhubungan dengan kadar oksitosin yang tinggi, oksitosin ini dapat membuat kita hidup rukun sampai berusia lanjut.

PEA dan Dopamin Phenyletilamine (PEA) atau β-Phenylethylamine atau 2-feniletilamina mempunyai berat molekul 121,18, titik didih sebesar 197-2000 C dan berat jenis 0,965, adalah alkaloid atau monoamine. Di dalam otak manusia dipercaya berfungsi sebagai neuromodulator atau neurotransmitter. PEA merupakan komponen alami yang disintesa dari asam amino phenylalanine dengan bantuan enzim decarboxylation. Senyawa ini dapat dengan cepat bergerak dengan bantuan enzim MAO-B. Struktur PEA dapat juga ditemukan pada bagian atau komplek dari siklus tertentu seperti pada siklus pembentukan morfin. PEA ditemukan pada berbagai jenis makanan yang telah mengalami proses fermentasi mikroba. Paling banyak terkandung dalam coklat, mungkin ini sebabnya orang suka memberi coklat pada seseorang yang dicintainya.

Ada dua struktur dopamine yang pertama yaitu 3-hidroksitiraminihidrogenbromida atau 3,4-dihidroksiphenentilamin dengan berat molekul 234,10, titik lebur 218-2200 dan 3-hidroksitiraminhidrogenklorida atau 3,4-dihidroksiphenetilamin yang mempunyai berat molekul 189,64 dan titik lebur 241 – 243 C. Peran dopamin pada saat jatuh cinta adalah perasaan senang, gembira dan nikmat. Bersama dengan meningkatnya kadar adrenalin yang mempercepat denyut jantung, serta rendahnya kadar serotonin yang menyebabkan rasa kepemilikan, dopamin memberikan efek membahagiakan, meningkatan energi, menurunkan nafsu makan, dan mengurangi konsentrasi.

Seseorang dengan kadar dopamine yang tinggi akan terfokus kepada pasangannya dan dalam jangka waktu tertentu setelah hubungan seksual, oksitosin dan vasopressin akan mempengaruhi jalur-jalur dopamin dan adrenalin, sehingga menyebabkan kadar kedua molekul ini menurun. Penelitian Helen Fisher dan kawan-kawan, ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan merangsang bagian ventral tegmental dan caudate nucleus di otak menyala.
Dalam dosis yang tepat, dopamin menciptakan kekuatan, kegembiraan, perhatian yang terpusat, serta dorongan yang kuat untuk memberikan imbalan. Itulah sebabnya jatuh cinta dapat membuat makan tak enak, tidur tak nyenyak. Peneliti-peneliti lain menunjukkan bahwa gangguan kimiawi tubuh memang terbukti ketika seseorang jatuh cinta. Misalnya didapatkan bahwa kadar serotonin orang yang terobsesi dan kekasihnya 40 persen lebih rendah dari kadar serotonin orang normal.

Tidak mustahil, suatu saat nanti, jika mekanisme dopamin dalam otak manusia terungkap secara gamblang dan jelas, anda meminta dokter untuk memberikan resep meningkatkan konsentrasi “love chemistry”`. Tetapi janganlah kita terperangkap pada kaidah ilmiah semata. Masalah cinta, sebenarnya bukan hanya untuk lawan jenis, tetapi perasaan cinta seseorang kepada suami-istri, anak, teman, adik, serta saudara yang lain. Dan ingatlah bahwa segala sesuatu tersebut adalah karunia Allah SWT sehingga cinta yang abadi haruslah kita berikan kepada Allah SWT. Semoga!!

Feromon: Dari Pengenalan Jenis Hingga Pemikat Cinta


Di dunia hewan feromon bertindak sebagai alat pengenal jenis, pemikat seksual antara betina dan jantan. Pada semut dan lebah, feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Fenomena ini juga terjadi pada manusia, para ahli kimia dari Huddinge University Hospital di Swedia meyatakan bahwa feromon berperan dalam menghasilkan perasaan cinta dan gairah seksual. Terbukti bahwa saat melakukan penelitian terhadap reaksi otak 12 pasang pria-wanita sehabis mencium bau senyawa sintetik mirip feromon, bebauan tersebut langsung bereaksi terhadap hormon estrogen pada wanita dan hormon testoteron pada pria.

Jatuh cinta adalah sebuah rasa yang dimiliki seseorang ketika melihat seseorang lainnya yang menarik. Apabila kedua orang ini cocok dan menjadi pasangan, maka rasa ini juga masih ada pada permulaan relasi. Perasaan ini muncul karena di dalam tubuh diproduksi beberapa zat-zat tertentu yang sedikit membius otak dan efeknya bisa disamakan dengan efek narkoba.zat-zat tertentu ini dinamakan feromon. Feromon membuat seseorang kecanduan sehingga ingin melihat pasangannya atau orang idamannya sesering mungkin.

Istilah feromon berasal dari bahasa Yunani yaitu phero yang artinya “pembawa” dan mone “sensasi”. Senyawa feromon sendiri didefinisikan sebagai suatu subtansi kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Senyawa feromon pada manusia terutama dihasilkan oleh kalenjar endokrin pada ketiak, telinga, hidung, mulut, kulit, dan kemaluan. Feromone aktif apabila yang bersangkutan telah akhil baligh.

Sifat dari senyawa ini tidak kasat mata, mudah menguap, tidak dapat diukur, tetapi ada dan dapat dirasakan oleh manusia. Senyawa feromon ini biasa dikeluarkan oleh tubuh saat sedang berkeringat dan dapat tertahan dalam pakaian yang kita gunakan. Feromon pada manusia merupakan sinyal kimia yang berada di udara yang tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan tapi hanya bisa dirasakan oleh vomeronasalorgan (VMO) di dalam indra pencium. Sinyal feromon ini diterima oleh VMO dan dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis.

Senyawa feromon dapat menimbulkan rasa ketertarikan antara dua orang berlainan jenis dengan bekerja sebagai pemicu dalam reaksi-reaksi kimia, ketika dua orang berdekatan dan bertatapan mata, maka feromon akan tercium oleh organ tubuh manusia yang paling sensitif yaitu VMO yaitu organ dalam lubang hidung yang mempunyai kepekaan ribuan kali lebih besar daripada indera penciuman.

VMO ini terhubung dengan hipotalamus pada bagian tengah otak melalui jaringan-jaringan syaraf. Setiap feromon berhembus dari tubuh, maka senyawa ini akan tercium oleh VMO dan selanjutnya sinyal ini akan diteruskan ke hipotalamus agar memberikan tanggapan. Dalam hitungan detik, maka akan ada respon dari otak melalui perubahan psikologis tubuh manusia baik itu perubahan pada detak jantung, pernafasan, temperatur tubuh, peningkatan kerja hormon testoteron atau hormon esterogen dan kalenjar keringat.

McClintock dan Kathleen Stern pada tahun 1988 hasil penelitiannya di jurnal Nature. Kali ini mereka menyatakan ada dua jenis feromon yang secara spesifik berpengaruh pada kesamaan siklus haid. Siklus menstruasi terdiri atas tiga fase, yakni menses, pra-ovulasi dan luteal alias pasca ovulasi. Salah satu dari feromon dihasilkan oleh perempuan pada fase pra-ovulasi dari siklusnya dan mempercepat ovulasi di fase berikut.

Feromon lain dipancarkan pada saat ovulasi berlangsung. Sinyal ini memiliki efek memperlambat siklus. Hasil akhirnya adalah berupa siklus sejumlah perempuan yang tinggal saling berdekatan. Fenomena feromon sebagai bentuk komunikasi ini lama-lama mulai dicoba diterapkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Terutama sejak ditemukan bahwa feromon juga dihasilkan kelenjar dalam tubuh manusia. Dan yang penting, bisa mempengaruhi hormon-hormon dalam tubuh manusia lainnya.
Febre

Dari situs wikipedia Indonesia feromon pertama ditemukan di Jerman, oleh Adolph Butenandt, ilmuwan yang juga menemukan hormon seks pada manusia yaitu estrogen, progesteron dan testosteron. Ketika pertama kali ditemukan pada serangga, feromon banyak dikaitkan dengan fungsi reproduksi serangga.Para Ilmuwan mula-mula melihat feromon adalah sebagai padanannya ‘parfum’ di dunia manusia.Jean-Henri Fabre pada usia 19 tahun memulai karir sederhananya sebagai guru di Avignon, Perancis.

Sebagai guru ia punya minat yang kuat ke alam. Ia betah duduk berjam-jam mengamati kehidupan-kehidupan kecil yang sibuk sendiri di beranda belakang rumahnya. Bukan cuma duduk diam, Fabre membuat catatan dan eksperimen-eksperimennya sendiri. Autodidak sejati, Fabre juga melatih dirinya melukis dan membuat illustrasi buat bukunya sendiri. Dari hasil pengamatan dan eksperimennya, Fabre menerbitkan 10 seri ensiklopedia tentang serangga ‘Souvenirs Entomologiques’ yang di kemudian hari diakui sebagai karya klasik dalam dunia akademik Perancis.Charles Darwin, John Stuart Mill dan Louis Pasteur, raksasa-raksasa sains dan filosofi zaman itu mengagumi Fabre karena kecermatan dan detil pengamatannya.

Fabre menghabiskan tahun-tahun berikutnya mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan menemukan betina-betinanya. Fabre sampai pada kesimpulan kalau ngengat betina menghasilkan zat kimia tertentu yang baunya menarik ngengat-ngengat jantan.Dengan kesimpulan Fabre ini, mulailah seluruh lapangan penelitian baru tentang feromon.
Efek dari senyawa feromon dan senyawa-senyawa kimia lain terhadap tubuh manusia dapatlah disamakan dengan efek narkoba yang akan membuat seseorang kecanduan sehingga ingin melihat pasangannya atau orang idamannya sesering mungkin. Perasaan cinta ini selang beberapa waktu akan menghilang karena produksi senyawa tersebut tidak berlangsung terus menerus. Kemampuan tubuh untuk menghasilkan feromon berkurang setelah dua sampai empat tahun. Akankah cinta kita terhadap pasangan kita akan hilang? Wallahu’alam.

Adopted from brother's blog 

Tidak ada komentar: